Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan publik baru yang diharapkan dapat berpihak kepada publik yaitu tentang penggunaan metode harga pasar dunia pada penentuan harga BBM di Indonesia. Sekali lagi, saya tidak tertarik membahas angka-angka efisiensi atau angka-angka kemungkinan lainnya. Saya akan mengulas tentang efektivitas kebijakan tersebut dalam kaitannya dengan keberpihakannya kepada publik.
BBM adalah perangkat yang menjadi konsumsi publik secara luas dan berkelanjutan. Dalam kapasitasnya tersebut, BBM semestinya memang menjadi barang yang berada di dalam pengawasan penuh pemerintah termasuk komponen harganya. Pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam menentukan komponen ini karena konsekuansi dari harga barang tersebut cenderung berdampak negatif terhadap masyarakat. Setiap perubahan harga BBM selalu menimbulkan gejolak di masyarakat, terutama bila berupa kenaikan harga.
Saat ini pemerintah memutuskan untuk meniadakan subsidi BBM dan menentukan harga BBM melalui mekanisme pasar. Sekali lagi, BBM sebagai komoditas konsumsi krusial publik seolah-olah dilepas menjadi komoditas bernilai jangka panjang. Gambarannya begini: minyak bumi sering disebut sebagai emas hitam, namun dalam praktek pasarnya emas tidak dikonsumsi oleh publik setiap hari atau dengan kata lain emas adalah komoditas yang bernilai ekspektasi masa depan. Umumnya orang menyimpan emas sebagai cadangan kekayaan yang bersifat likuid dan memiliki ekspektasi pertambahan nilai dimasa depan, sehingga nilai emas ini bersifat spekulatif. Namun demikian, sekali lagi, emas memang bukan barang konsumsi krusial publik, jadi tidak ada masalah sama sekali dalam hal bagaimana memfungsikan emas tersebut yang sering dilakukan oleh para spekulan emas.
Lalu bagaimana dengan BBM?
Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang BBM yang dalam mekanismenya memperlakukan BBM sebagai barang komoditi spekulan dengan cara melepas naik-turun harga berdasarkan pasar yang tidak bisa diprediksi kecuali naik atau turun, inilah surga bagi spekulan karena baik naik maupun turun harganya disitu ada selisih (margin) harga yang menjadi peluang keuntungan. Lebih indah lagi buat mereka adalah karena marketnya sangat captive dan besar yaitu seluruh rakyat Indonesia. Siapa yang tidak perlu BBM?.
Setiap perubahan harga minyak bumi akan mudah didapat informasinya, sementara kebijakan perubahan harga BBM dalam negeri diberlakukan oleh pemerintah dengan pola evaluasi per bulan. Artinya inilah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada para spekulan. Namun demikian, bukankah ada Undang-undang yang melarang tentang spekulan penimbun BBM ini? Saya kira kita tidak boleh naïf bahwa dimana ada peluang, disitu ada spekulan, bahkan dalam bentuk kerjasama yang baik dengan para oknum maka dapat berjumlah sangat besar. Pada akhirnya nanti bisa saja terjadi lonjakan permintaan BBM karena efek tumbuhnya spekulan yang artinya juga memberikan keuntungan bagi bisnis baru ini. Belum lagi pom-pom bensin nakal yang menahan penjualan sambil menunggu harga naik untuk keuntungan lebih besar karena supply BBM untuk pom bensin mereka tidak lancar.
Selanjutnya bagaimana dampak bergulir dari kebijakan publik ini terhadap masyarakat?
Sekali lagi, setiap perubahan harga BBM pasti menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Umumnya gejolak yang pasti terjadi adalah kenaikan harga-harga barang pokok dan produksi masyarakat yang sangat elastis terhadap perubahan harga BBM. Dari sisi pengusaha besar memang tidak terlalu signifikan karena setiap kenaikan harga barang produksinya akan dibebankan kepada konsumen atau tenaga kerjanya. Namun tidak demikian dengan usaha kecil, mikro dan rumah tangga. Meraka tidak bisa membebankan kenaikan harganya kepada konsumen karena pasar mereka adalah pasar tradisional dengan persaingan sempurna. Pembeli akan segera pindah ke lapak sebelah jika ada perubahan harga meskipun sedikit. Padahal dalam proses produksi sampai transportasi membawa barang ke pasar tradisional mereka menanggung kenaikan harga BBM. Akhirnya, biaya tambahan ini akan mereka tanggung sendiri, yang penting barang terjual. Adilkah ini? Silahkan beranjak dari meja kerja anda jalan-jalan ke pasar tradisional yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada super market. Anda lihatlah sendiri.
Apa sebaiknya yang harus dilakukan pemerintah?
Tentu saja yang pertama harus dilakukan adalah mempelajari dengan baik setiap kebijakan publik yang akan dikeluarkan apakah berpihak kepada publik. Siapa yang paling diuntungkan, siapa yang akan menanggung dan seberapa besar dampaknya. Bukan semata-mata seberapa besar pemerintah diuntungkan dari adanya kebijakan publik tersebut.
Dalam konteks harga BBM, bagaimanapun juga pemerintah harus menetapkan harga jual fix tertinggi yang bisa dihitung dari history harga pasar internasional dengan konsekuensi bahwa jika ada selisih harga atas maka pemerintah harus memberikan subsidi dalam jangka waktu tertentu. Apabila harga dunia dibawah harga fix tersebut maka pemerintah bisa menjadikan itu sebagai tambahan cadangan BBM dalam negeri. Dalam hal ini artinya pihak spekulan adalah pemerintah sendiri untuk kemaslahatan masyarakat.
Mungkin ini bisa dinilai sebagai kebijakan publik yang berpihak kepada publik.
Salam.
BBM adalah perangkat yang menjadi konsumsi publik secara luas dan berkelanjutan. Dalam kapasitasnya tersebut, BBM semestinya memang menjadi barang yang berada di dalam pengawasan penuh pemerintah termasuk komponen harganya. Pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam menentukan komponen ini karena konsekuansi dari harga barang tersebut cenderung berdampak negatif terhadap masyarakat. Setiap perubahan harga BBM selalu menimbulkan gejolak di masyarakat, terutama bila berupa kenaikan harga.
Saat ini pemerintah memutuskan untuk meniadakan subsidi BBM dan menentukan harga BBM melalui mekanisme pasar. Sekali lagi, BBM sebagai komoditas konsumsi krusial publik seolah-olah dilepas menjadi komoditas bernilai jangka panjang. Gambarannya begini: minyak bumi sering disebut sebagai emas hitam, namun dalam praktek pasarnya emas tidak dikonsumsi oleh publik setiap hari atau dengan kata lain emas adalah komoditas yang bernilai ekspektasi masa depan. Umumnya orang menyimpan emas sebagai cadangan kekayaan yang bersifat likuid dan memiliki ekspektasi pertambahan nilai dimasa depan, sehingga nilai emas ini bersifat spekulatif. Namun demikian, sekali lagi, emas memang bukan barang konsumsi krusial publik, jadi tidak ada masalah sama sekali dalam hal bagaimana memfungsikan emas tersebut yang sering dilakukan oleh para spekulan emas.
Lalu bagaimana dengan BBM?
Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang BBM yang dalam mekanismenya memperlakukan BBM sebagai barang komoditi spekulan dengan cara melepas naik-turun harga berdasarkan pasar yang tidak bisa diprediksi kecuali naik atau turun, inilah surga bagi spekulan karena baik naik maupun turun harganya disitu ada selisih (margin) harga yang menjadi peluang keuntungan. Lebih indah lagi buat mereka adalah karena marketnya sangat captive dan besar yaitu seluruh rakyat Indonesia. Siapa yang tidak perlu BBM?.
Setiap perubahan harga minyak bumi akan mudah didapat informasinya, sementara kebijakan perubahan harga BBM dalam negeri diberlakukan oleh pemerintah dengan pola evaluasi per bulan. Artinya inilah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada para spekulan. Namun demikian, bukankah ada Undang-undang yang melarang tentang spekulan penimbun BBM ini? Saya kira kita tidak boleh naïf bahwa dimana ada peluang, disitu ada spekulan, bahkan dalam bentuk kerjasama yang baik dengan para oknum maka dapat berjumlah sangat besar. Pada akhirnya nanti bisa saja terjadi lonjakan permintaan BBM karena efek tumbuhnya spekulan yang artinya juga memberikan keuntungan bagi bisnis baru ini. Belum lagi pom-pom bensin nakal yang menahan penjualan sambil menunggu harga naik untuk keuntungan lebih besar karena supply BBM untuk pom bensin mereka tidak lancar.
Selanjutnya bagaimana dampak bergulir dari kebijakan publik ini terhadap masyarakat?
Sekali lagi, setiap perubahan harga BBM pasti menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Umumnya gejolak yang pasti terjadi adalah kenaikan harga-harga barang pokok dan produksi masyarakat yang sangat elastis terhadap perubahan harga BBM. Dari sisi pengusaha besar memang tidak terlalu signifikan karena setiap kenaikan harga barang produksinya akan dibebankan kepada konsumen atau tenaga kerjanya. Namun tidak demikian dengan usaha kecil, mikro dan rumah tangga. Meraka tidak bisa membebankan kenaikan harganya kepada konsumen karena pasar mereka adalah pasar tradisional dengan persaingan sempurna. Pembeli akan segera pindah ke lapak sebelah jika ada perubahan harga meskipun sedikit. Padahal dalam proses produksi sampai transportasi membawa barang ke pasar tradisional mereka menanggung kenaikan harga BBM. Akhirnya, biaya tambahan ini akan mereka tanggung sendiri, yang penting barang terjual. Adilkah ini? Silahkan beranjak dari meja kerja anda jalan-jalan ke pasar tradisional yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada super market. Anda lihatlah sendiri.
Apa sebaiknya yang harus dilakukan pemerintah?
Tentu saja yang pertama harus dilakukan adalah mempelajari dengan baik setiap kebijakan publik yang akan dikeluarkan apakah berpihak kepada publik. Siapa yang paling diuntungkan, siapa yang akan menanggung dan seberapa besar dampaknya. Bukan semata-mata seberapa besar pemerintah diuntungkan dari adanya kebijakan publik tersebut.
Dalam konteks harga BBM, bagaimanapun juga pemerintah harus menetapkan harga jual fix tertinggi yang bisa dihitung dari history harga pasar internasional dengan konsekuensi bahwa jika ada selisih harga atas maka pemerintah harus memberikan subsidi dalam jangka waktu tertentu. Apabila harga dunia dibawah harga fix tersebut maka pemerintah bisa menjadikan itu sebagai tambahan cadangan BBM dalam negeri. Dalam hal ini artinya pihak spekulan adalah pemerintah sendiri untuk kemaslahatan masyarakat.
Mungkin ini bisa dinilai sebagai kebijakan publik yang berpihak kepada publik.
Salam.